JAKARTA – Menteri Hukum Republik Indonesia (Menkum RI) Supratman Andi Agtas, meminta industri rekaman yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), untuk mendaftarkan kodifikasi seluruh lagu hasil karya musisi Indonesia ke Pangkalan Data Lagu dan Musik (PDLM) di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI).
“Data lagu yang telah dikodefikasi harus dilaporkan kepada Ditjen KI, agar masuk dalam bank data PDLM dan mendapat perlindungan negara,” kata Supratman dalam pertemuan dengan pengurus ASIRI di kantor Kemenkum RI, Selasa, 4 November 2025.
Supratman menegaskan, lagu atau musik yang telah didaftarkan ke luar negeri, tidak dapat lagi diajukan ke perusahaan label dan Ditjen KI di Indonesia. Menurutnya, seluruh karya cipta yang terkodefikasi di Indonesia, sudah mendapat perlindungan hak cipta dan kekayaan intelektual.
Ketua ASIRI Gumilang Ramdhan melaporkan, saat ini terdapat sekitar 100.000 lagu Indonesia yang telah memiliki kodefikasi. Jumlah itu berasal dari sekitar 80 perusahaan rekaman di bawah naungan ASIRI, dan digunakan berbagai platform musik digital untuk kepentingan komersial.
ASIRI yang berdiri sejak 1978 mencatat, kini hanya 40 perusahaan rekaman yang masih aktif. Produktivitas karya cipta juga menurun seiring perubahan pola industri dari penjualan kaset dan CD ke layanan digital.
“Sekarang pencipta lagu masuk dapur rekaman hanya satu-satu. Tantangannya juga semakin besar karena banyak pembajakan di platform ilegal,” kata Gumilang.
Ia menambahkan, platform resmi seperti YouTube, Spotify, dan Apple Music masih memberi kontribusi bagi industri rekaman. Namun, konten musik Indonesia juga banyak dibajak melalui platform asing yang tidak berizin.
Gumilang meminta dukungan pemerintah, untuk menertibkan platform musik luar negeri yang menayangkan konten tanpa izin atau kerja sama dengan label resmi.
Menjawab hal itu, Menteri Supratman menegaskan, pemerintah sedang membenahi ekosistem musik nasional, termasuk sistem pengumpulan dan distribusi royalti. Ia menekankan pentingnya transparansi data dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
“Data lagu, pencipta, dan pihak terkait harus diserahkan ke LMKN dan Ditjen KI. Saya heran kenapa hal ini masih sulit dilakukan, padahal data ini sangat penting,” kata Menkum RI.
Supratman menilai, transparansi data diperlukan agar distribusi royalti dapat berjalan adil. Ia juga meminta LMK dan label rekaman terbuka terkait nilai royalti yang diterima dari kerja sama dengan platform musik digital.
Pemerintah, lanjutnya, tidak akan melampaui kewenangan dalam mengatur tata kelola ekosistem musik, terutama yang menyangkut perjanjian internasional.
Menjelang Sidang Organisasi Internasional WIPO pada Desember mendatang, Supratman meminta masukan dari industri rekaman untuk memperkuat posisi Indonesia dalam memperjuangkan tarif yang lebih adil bagi platform musik digital.
“Tarif di Indonesia tidak seharusnya lebih rendah dari negara-negara Asia lainnya. Jika itu berhasil, dampaknya akan dirasakan langsung oleh para pencipta dan pelaku industri musik,” tandas Menkum RI Supratman Andi Agtas. (*)
