Jakarta – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), menegaskan komitmennya untuk membangun sistem pengelolaan royalti musik paling transparan di Asia Tenggara melalui platform digital nasional bernama INSPIRATION (Integrated System of Public Performing Rights Administration System). Ketua LMKN Pemilik Hak Terkait, Marcellius Kirana Hamonangan Siahaan, menyampaikan langkah strategis ini dalam Seminar Kekayaan Intelektual 2025 bertajuk “Menyambut RUU Hak Cipta: Tantangan dan Perlindungan Hak Cipta dalam Musik” di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu, 15 Oktober 2025. Menurut Marcell, digitalisasi menjadi kunci utama untuk memastikan setiap rupiah royalti musik tersalurkan secara adil dan efisien kepada Pencipta atau Pemegang Hak Cipta ,serta berbasis pada data digital yang terintegrasi.“Setiap lagu yang diputar adalah kontrak moral antara pencipta dan masyarakat. LMKN hadir untuk memastikan kontrak itu berjalan adil dengan sistem yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Marcell.
Transparansi dan Akuntabilitas
Marcell juga menjelaskan, melalui sistem INSPIRATION, LMKN menjalankan fungsi sebagai clearing house nasional yang menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti lagu dan/atau musik dari seluruh sektor ruang publik yang bersifat komersial di Indonesia. Sistem ini beroperasi dengan prinsip one-gate system, sebagaimana diatur dalam Permenkum No. 27 Tahun 2025 dan SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang pengesahan tarif royalti lagu dan/atau musik.
Melalui Platform ini, seluruh proses lisensi dilakukan secara daring, mulai dari pengajuan izin lisensi, pembayaran royalti, hingga penerbitan bukti lisensi resmi penggunaan hak cipta lagu dan/atau musik. “Sistem ini juga merupakan bentuk transparansi LMKN, dimana royalti yang dibayarkan oleh setiap user akan dan telah didistribusikan kepada para Pencipta dan Pemegang Hak Cipta ” ujar pelantun lagu ‘Jangan Pernah Berubah’ ini. Sistem INSPIRATION mencakup 11 sektor umum dari 14 sektor ruang publik bersifat komersial, diantaranya adalah restoran, kafe, bioskop, lembaga penyiaran, dan hotel.
Sementara untuk 3 sektor lainnya yang termasuk kategori pertunjukan langsung seperti Seminar Konvensional, Pameran dan Bazar, serta Konser Musik, LMKN telah menghadirkan sistem pengurusan izin lisensi berbasis online yang dapat digunakan oleh Promotor dan Penyelenggara Acara dan dapat di akses pada laman www.lmkn.id. Marcell menegaskan bahwa LMKN bekerja sinergis dengan seluruh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) melalui integrasi data waktu nyata (real time). LMKN menarik dan mendistribusikan royalti kepada LMK, sementara LMK memverifikasi repertoar dan keanggotaan serta melakukan distribusi royalti kepada anggota.
“Prinsip kami adalah transparency by design. Setiap transaksi meninggalkan jejak digital yang bisa dilihat dan diaudit publik,” ungkapnya. Selain membangun infrastruktur digital, LMKN juga menerapkan audit independen tahunan, yang hasilnya dipublikasikan secara terbuka di laman www.lmkn.id. Kedepannya, LMKN akan meluncurkan dashboard transparansi menampilkan data penerimaan dan distribusi royalti per sektor, dengan batas biaya operasional maksimal delapan persen, sebagaimana diatur dalam Permenkum No. 27 Tahun 2025. “Keadilan musik lahir dari data yang bersih dan dialog yang beretika. Kami ingin menjadikan LMKN sebagai model tata kelola royalti yang berkeadilan, bukan hanya untuk Indonesia, tetapi harapannya juga untuk kawasan Asia Tenggara,” tutup Marcell
