Jakarta – Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Makki Omar Parikesit, menegaskan, seluruh platform digital yang menjalankan bisnis berbasis konten, termasuk musik, pada dasarnya bekerja dengan menggarap berbagai kluster pengguna atau user cluster.

Namun Makki Omar Parikesit menekankan bahwa dalam menjalankan bisnis tersebut, platform tidak boleh menggunakan atau mengatasnamakan LMKN sebagai instrumen komersial.

“Semua platform berbisnis dengan menyasar kluster user masing-masing, itu wajar. Yang penting, jangan ada yang menggunakan nama LMKN sebagai bagian dari aktivitas bisnis mereka,” tegas Makki, yang juga dikenal sebagai personel band Ungu.

Makki menambahkan, platform apa pun yang memanfaatkan konten musik, tetap berkewajiban menjadi objek penarikan royalti. Kewajiban tersebut, kata dia, berlaku sama seperti pada platform musik besar yang sudah populer sebelumnya.

“Dan apa pun platform itu, mereka wajib sebagai objek penarikan royalti, seperti platform yang lain semisal Spotify dan YouTube,” tegasnya.

Menurut Makki, LMKN saat ini terus memperkuat sistem penarikan dan distribusi royalti agar lebih transparan dan akuntabel. Ia menegaskan, keberadaan platform digital yang semakin beragam merupakan tantangan sekaligus peluang bagi industri musik Indonesia, selama semua pihak memenuhi kewajiban royalti sesuai regulasi yang mengaturnya.

“Yang kami jaga adalah keadilan bagi para pencipta, pemilik hak terkait, serta transparansi tata kelola. Semakin tertib semua platform, semakin sehat pula ekosistem musik kita,” katanya.

Dengan meningkatnya penetrasi layanan digital, Makki berharap, proses pemungutan royalti dapat semakin efektif dan memberikan manfaat lebih besar bagi para musisi, pencipta lagu, dan pemilik hak terkait di Indonesia. (*)

Jakarta, 20 November 2025

Untuk informasi lebih lanjut:

Sekretariat LMKN

[sekretariat@lmkn.id]